I.
Pendahuluan
PT.
Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya
sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya
masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan
listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya
perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah
seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis
monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau
produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki. Kasus ini
menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas
masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33,
namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan
kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat. Seperti berita
yang di lansirkan dari www.RRI.co .id sebagai berikut :
RRI, Surabaya : Meningkatnya kebutuhan listrik masyarakat setiap tahunnya
mengalami peningkatan antara 5-6 persen, namun kondisi tersebut mengakibatkan
stok listrik kian terbatas. Sudah maksimalnya beban penggunaan sejumlah Gardu
Induk (GI) di wilayah Jawa Timur dan terkendalanya pembangunan GI menyebabkan
kondisi kelistrikan di wilayah membaut Jatim terancam terjadi pemadaman
bergilir. Sedikitnya, ada 9 kabupaten yang terancam terjadinya pemadaman
bergilir hingga dua tahun kedepan diantaranya Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan,
Sampang, Sumenep dan Pamekasan. Dikatakan Rido Hantoro Wakil Kepala Pusat
Studi Energi ITS krisis listrik tidak saja terjadi di Jatim dan Surabaya namun
hampir keseluruhan pulau Jawa juga mengalami krisis listrik. "Hal ini dipicu terus menurunnya pasokan listrik yang bisa disuplai
kepada konsumen. Program peningkatan daya sebesar 35.000 Megawatt jika
terealisasi dengan cepat, kemungkinan terjadinya krisis bisa dihindari,"
terangnya kepada RRI, Rabu (12/11/2014).
Selain kasus diatas yang terjadi di Sidoarjo adapun kasus krisis listrik
terjadi disejumlah kabupaten diseluruh daerah, kasus ini memuncak saat PT.
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara
bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode
11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja
industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali
wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang
membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat
defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara
pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung
Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi
juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU
Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik
masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu
secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana
contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi
masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
II.
Penyelesaian Kasus
Pada
dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan perlu adanya
perilaku etis yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang diterapkan oleh
sebuah perusahaan bukanlah salah satu penghambat perusahaan untuk dapat
berkompetisi dengan para pesaingnya melainkan untuk dipandang oleh masyarakat
bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam perusahaan bisnis adalah sebagai
perusahaan yang memiliki perilaku etis dan bermoral.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan
Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan
kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat
secara adil dan merata, sebaiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor
untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap
mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat serta Pemerintah dapat
memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi
tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD
1945 Pasal 33.
Selain
daripada itu bukan hanya pihak pemerintahan yang harus berpartisipati kita
sebagai masyarakat yang cerdas sudah seharusnya berpikir terbuka dan cerdas
untuk masa depan, gunakanlah sumber daya alam yang terdapat di negeri ini
secukupnya agar sumber daya alam kita tetap terjaga sehingga penerus
bangsa nanti bisa merasakan sumber daya alam yang sama. Jangan memandang
karena kita mampu membayar kita bisa menggunakan sumber daya alam secara
berlebihan. Hal tersebut tidak etis dan tidak menunjukkan sikap masyarakat yang
cerdas. Save our energy & love our earth.
sumber:
- https://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-kasus-pt-perusahaan-listrik-negara/
- http://www.rri.co.id/surabaya/post/berita/118603/info_publik/jatim_krisis_listrik_9_daerah_terancam_pemadaman_bergilir.html